Rabu, 10 April 2013

SIG



KEGUNAAN SIG DIBIDANG PERIKANAN DAN KELAUTAN
 PADA PENANGKAPAN IKAN CAKALANG DI TELUK BONE


Dosen Penanggung Jawab
Rusdi Leidonald, S.P,  M.Sc


Oleh:


FRIYUANITA LUBIS
110302038
MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN









 SISTEM INFORMASI SUMBERDAYA PERAIRAN
MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013







KATA PENGANTAR



Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan Praktikum Sistem Informasi Sumberdaya Perairan. Dalam laporan Sistem Informasi Sumberdaya Perairan yang berjudul Kegunaan SIG dibidang Perikanan dan Kelautan Pada Penangkapan Ikan di Teluk Bone” yang akan dijadikan landasan utama dalam membahas tentang kegunaan SIG.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Rusdi Leidonald, S.P,  M.Sc selaku dosen mata kuliah Sistem Informasi Sumberdaya Perairan dengan segala kesabaran dan bimbingannya sehingga laporan ini dapat diselesaikan, dan tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada sumber dan teman-teman yang telah memberikan masukan agar laporan ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.


                                                                                  Medan,    April 2013

                                                                                                                Penulis








PENDAHULUAN


Latar belakang
Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki kekayaan laut melimpah, sungguh sangat disayangkan apabila sumberdaya tersebut tidak dapat dimanfaatkan hanya karena tidak adanya ketersediaan informasi mengenai sumber daya tersebut, terutama sumber daya ikan laut. Sistem informasi geografis perikanan Indonesia dapat memberikan informasi mengenai daerah penyebaran ikan dan lokasi penangkapan ikan di sepanjang wilayah perairan Indonesia. Perancangan sistem ini dimulai dengan melakukan identifikasi dari pihak yang berkepentingan dengan sistem informasi geografis perikanan Indonesia beserta kegiatan yang dapat dilakukan oleh pihak tersebut.
Ikan dengan mobilitasnya yang tinggi akan lebih mudah dilacak disuatu area melalui teknologi ini karena ikan cenderung berkumpul pada kondisi lingkungan tertentu seperti adanya peristiwa upwelling, dinamika arus pusaran (eddy) dan daerah front gradient pertemuan dua massa air yang berbeda baik itu salinitas, suhu atau klorofil-a. Pengetahuan dasar yang dipakai dalam melakukan pengkajian adalah mencari hubungan antara spesies ikan dan faktor lingkungan di sekelilingnya. Dari hasil analisa ini akan diperoleh indikator oseanografi yang cocok untuk ikan tertentu. Sebagai contoh ikan albacore tuna di laut utara Pasifik cenderung terkonsetrasi pada kisaran suhu 18.5-21.5oC dan berassosiasi dengan tingkat klorofil-a sekitar 0.3 mg m-3 (Zainuddin et al., 2004).
Selanjutnya output yang didapatkan dari indikator oseanografi yang bersesuaian dengan distribusi dan kelimpahan ikan dipetakan dengan teknologi SIG. Data indikator oseanografi yang cocok untuk ikan perlu diintegrasikan dengan berbagai layer pada SIG karena ikan sangat mungkin merespon bukan hanya pada satu parameter lingkungan saja, tapi berbagai parameter yang saling berkaitan. Dengan kombinasi SIG, inderaja dan data lapangan akan memberikan banyak informasi spasial misalnya dimana posisi ikan banyak tertangkap, berapa jaraknya antara fishing base dan fishing ground yang produktif serta kapan musim penangkapan ikan yang efektif. Tentu saja hal ini akan memberi gambaran solusi tentang pertanyaan nelayan kapan dan dimana bisa mendapatkan banyak ikan.
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem yang digunakan untuk mengelola data dan informasi keruangan. SIG memiliki cakupan yang sangat luas, mulai dari pengambilan data di lapangan menggunakan Global Positioning System (GPS), input data ke komputer, analisa dengan software, keluaran berupa model peta, 3D display, SIG berbasis web, dan sebagainya. Sekarang ini, aplikasi SIG tidak hanya menjadi domain sektor-sektor yang berhubungan dengan lahan saja (seperti militer, pertambangan, kehutanan, perkebunan dan pertanian),  tapi juga sudah secara luas digunakan untuk kesehatan, perdagangan, distribusi, jaringan, dan bisnis.
Sistem informasi geografis adalah alat dengan system komputer yang digunakan untuk memetakan kondisi dan peristiwa yang terjadi dimuka bumi. Teknologi SIG ini dapat mengintegrasikan sistem operasi database seperti query dan analysis statistik dengan berbagai keuntungan analysis geografis yang ditawarkan dalam bentuk peta. Dengan kemampuan pada sistem informasi pemetaan (informasi spasial) yang membedakannya dengan system informasi lain seperti database, maka SIG banyak digunakan oleh masyarakat, pengusaha dan instansi untuk menjelaskan berbagai peristiwa, memprediksi hasil dan perencanaan strategis (Environmental Systems Research Institute, ESRI). Teknologi ini juga dapat mendeskripkan karaketristik objek pada peta dan menentukan posisi kordinatnya, melakukan query dan analysis spasial serta mampu menyimpan, mengelola, mengupdate data secara terorganisisr dan efisien.


Tujuan
Dalam makalah ini bertujuan untuk mengetahui kegunaan sumber informasi yang berbasiskan geografis yang dapat diharapkan sebagai potensi lahan perikanan ataupun kelautan. Selain itu dapat memecahkan masalah yang terjadi dalam dunia perikanan dan kelautan secara cepat dengan cakupan yang luas.

PERIKANAN DAN KELAUTAN


Indonesia merupakan suatu Negara Kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari perairan, di mana di dalamnya banyak terkandung sumberdaya hayati dan potensial. Berdasarkan data yang ada bahwa produksi perikanan pada tahun 2004 mencapai 43.286,60 ton, meningkat 9,37% dibandingkan produksi pada tahun 2003 sebesar 39.446,80 ton. Menurut jenisnya perikanan dibedakan menjadi perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Sebagian besar produksi perikanan di Gorontalo dihasilkan oleh perikanan tangkap, yakni sekitar 82,75% atau sebesar 35.818,50 ton (Anonimous, 2005).
Secara nasional potensi  lestari perikanan Indonesia (6,4 juta ton/tahun baru termanfaatkan sebesar 63,5% atau sebesar 4,1 juta ton/th (63,3%). Terlihat tingkat pemanfaatan (exploitation rate) masih jauh dari potensi lestarinya. Akan tetapi untuk wilayah tertentu terutama di sekitar pulau-pulau yang padat penduduknya (Pulau Kendari bagian utara, Selat malaka, Selat Bali, dan lainya) maka tingkat pemanfataanya sudah mendekati bahkan melebihi ambang kritis (overfishing) (Squires, 2003; Susilowati, 2002; Nikijuluw, 2002; Dahuri et al, 2001).
Indonesia dengan panjang garis pantai 81.000 km hanya memiliki 17 pelabuhan perikanan (4 pelabuhan perikanan samudera dan 13 pelabuhan perikanan nusantara). Artinya satu pelabuhan perikanan untuk setiap 4.500 km garis pantai. Cara-cara kita mengelola perikanan pun pada umumnya kurang profesional dengan penerapan IPTEK yang rendah, tidak terintegrasi antara sektor hulu dan sektor hilir, eksploitatif dan kurang mengindahkan aspek kelestarian sumberdaya ikan serta ekosistemnya, dan cenderung membiarkan penjarahan ikan (illegal fishing) oleh nelayan asing.





SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)


SIG merupakan suatu system informasi spasial berbasis computer yang mempunyai fungsi pokok untuk menyimpan, memanipulasi, dan menyajikan semua bentuk informasi spasial. SIG juga merupakan alat bantu manajemen informasi yang terjadi dimuka bumi dan bereferensi keruangan (spasial). Sistem Informasi Geografi bukan sekedar system computer untuk pembuatan peta, melainkan juga merupakan juga alat analisis. Keuntungan alat analisis adalah memeberikan kemungkinan untuk mengidentifikasi hubungan spasial diantara feature data geografis dalam bentuk peta (Prahasta, 2004).
Menurut Natari (2007), pemilihan tempat penangkapan yang strategis sangat penting, karena dengan pemilihan yang tepat akan menghasilkan hasil yang sesuai dengan yang di harapkan, untuk mendapatkan hasil yang lebih dari yang diharapkan maka dibutuhkan SIG (Sistem Informasi Geografis) dalam bidang perikanan.
Secara umum prinsip tujuan pemprosesan data pada teknologi SIG yaitu mempresentasikan (Zainuddin, 2006):
1.      Input: sebelum data spasial dapat digunakan, maka data dari peta harus dikonversi kedalam format digital yang disebut proses pendigitalan dengan menggunakan alat digitizer dengan cara manual ataupun dengan scanning.
2.      Manipulasi: digunakan untuk merubah format data, dan untuk mendapatkan parameter sehingga data tersebut sesuai dengan yang diinginkan. Salah satu contoh dari manipulasi yaitu dengan merubah skala yang berbeda supaya sama (Decimal Degre, Degre Minute, Dan Second).
3.      Pengelolaan: pengelolaan data pada dasarnya dapat dimanfaatkan untuk menyimpan dan menarik kembali dari arsip data dasar.
4.      Query dan Analisis: sebagai contoh salah satu pertanyaan analitis yaitu dimana lokasi suatu daerah penangkapan ikan. Maka pada bagian ini akan menganalisis berupa analisis promixy seperti berapa besar produktifitas perairan disekitar daerah penangkapan ikan (fishing gorund), berapa luas daerah penangkapan ikan dan teknik menggabungkan lebih dari 2 jenis data.
5.      Visualisasi: untuk menayangkan informasi maupun hasil analisis data geografis secara kualitatif ataupun kuantitatif.
Menurut Ekadinata, dkk. (2006), Sistem Informasi Geografis adalah sebuah sistem atau teknologi berbasis komputer yang dibangun dengan tujuan untuk mengumpulkan, menyimpan, mengolah, dan menganalisa serta menyajikan data-data dan informasi dari suatu objek atau fenomena yang berkaitan dengan letak atau keberadaannya di permukaan bumi.
Peranan inderaja dalam memprediksi penurunan tangkapan di perairan laut dunia, pada masa yang akan terkait pada peningkatan temperature telah diinvestigasi. Satu variabel kunci di dalam melakukan pengembangan budidaya perairan dan perikanan berkelanjutan adalah kualitas air. Teknologi SIG dan Inderaja menghadirkan alat penting yang dapat digunakan untuk menilai secara tepat pengukuran kualitas air, membuat data dasar, memadukan informasi, memvisualisasikan skenario dan memecahkan permasalahan lingkungan yang rumit (kompleks). Dalam hal ini apabila potensi perikanan di suatu wilayah mulai berkurang maka dengan tampilan dari SIG atau Inderaja dapat langsung diketahui sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan sebelum over ekspoitasi terjadi dan memindahkan area tangkap ke daerah lain (Fauzan, 2011).














KEGUNAAN SIG DALAM PERIKANAN DAN KELAUTAN


Masalah yang umum dihadapi adalah keberadaan daerah penangkapan ikan yang bersifat dinamis, selalu berubah/berpindah mengikuti pergerakan ikan. Secara alami, ikan akan memilih habitat yang sesuai, sedangkan habitat tersebut sangat dipengaruhi kondisi oseonografi perairan. Dengan demikian daerah potensial penangkapan ikan sangat dipengaruhi oleh factor oseonografi perairan. Kegiatan penangkapan ikan akan lebih efektif dan efisien apabila daerah penagkapan ikan dapat diduga terlebih dahulu, sebelum armada penagkapan ikan berangkat dari pangkalan. Salah satu cara untuk mengetahui daerah potensial penangkapan ikan adalah melalui study daerah penangkapan ikan dan hubungannya dengan fenomena oseonografi secara berkelanjutan (Priyanti, 1999).
Menurut Zainuddin (2006), Salah satu alternative yang menawarkan solusii terbaik adalah pengkombinasian kemampuan SIG dan pengindraan jauh. Dengan teknologi inderaja factor-faktor lingkungan laut yang mempengaruhii distribusi, migrasi dan kelimpahan ikan dapat diperoleh secara berkala, cepat dan dengan cakupan daerah yang luas.
Pemanfaatan SIG dalam perikanan tangkap dapat mempermudah dalam operasi penangkapan ikan dan penghematan waktu dalam pencarian fishing ground yang sesuai (Dahuri, 2001). Dengan menggunakan SIG gejala perubahan lingkungan berdasarkan ruang dan waktu dapat disajikan, tentunya dengan dukungan berbagai informasi data, baik survei langsung maupun dengan pengidraan jarak jauh (INDERAJA).
Dalam kegiatan penangkapan ikan, pertanyaan klasik yang sering kali mencuat adalah di mana ikan di laut berada dan kapan bisa ditangkap dalam jumlah cukup besar. Pertanyaan penting itu perlu dijawab. Apalagi, usaha penangkapan dengan mencari habitat ikan yang tidak menentu (asal-asalan) menimbulkan risiko tinggi, yaitu pemborosan BBM, waktu, dan tenaga nelayan (Zainuddin, 2006).
Setiap spesies ikan mempunyai karakteristik oseanografi kesukaan masing-masing dan cenderung menempati daerah tertentu yang bisa dipelajari atau dibuat permodelannya. Hal tersebut bisa dilakukan dengan pendekatan teknologi SIG. Basis data semestinya menjadi isu penting dalam mengembangkan produksi perikanan tangkap negeri ini yang sedang stagnan. Basis data itu juga sangat penting untuk mengetahui secara persis berapa sebenarnya potensi stok ikan yang kita miliki, di mana saja ikan tersebut bisa ditangkap, dan kapan bisa dipanen secara melimpah. Kontur suhu yang memperlihatkan gradien suhu yang rapat dibandingkan sekitarnya dan memiliki konsentrasi klorofil-a yang tinggi menjadi tolak ukur sebagai daerah fishing ground (Anonimous, 2008).


PENANGKAPAN IKAN CAKALANG DI TELUK BONE

Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) merupakan sasaran utama bagi sebagian besar kegiatan penangkapan di Teluk Bone. Distribusi dan kelimpahan ikan ini sangat dipengaruhi oleh variasi kondisi oseanografis. Tujuan penelitian ini adalah untuk memprediksi daerah potensial penangkapan ikan cakalang berdasarkan pada data penangkapan dan data citra satelit AQUA/MODIS suhu permukaan laut dan klorofil-a pada periode bulan April sampai Juli 2009. Dengan menggunakan metode non linear regresi berganda dan teknik sistem informasi geografis, hasil penelitian menunjukan bahwa kedua faktor oseanografi tersebut secara signifikan mempengaruhi pola spasial dan temporal distribusi dan kelimpahan ikan cakalang di daerah studi. Daerah potensial penangkapan ikan cakalang diindikasikan dengan suhu permukaan laut 29,5-31,50C dan densitas klorofil-a 0,15-0,35 mg/m3. Model prediksi menunjukan bahwa tingkat produktivitas daerah potensial penangkapan ikan cakalang tertinggi terjadi pada bulan April dan cenderung menurun sampai bulan Juli.





DAFTAR PUSTAKA


Anonimous, 2008. Aplikasi Satelit Untuk Nelayan: Oleh Aby Uspul. http://abyuspul.wordpress.com (dikunjungi: Jumat, 2 april 2013).
Anonimus. 2005. Sistem Informasi Geografis: Oleh Erjenita Tambunan. http://ditjenbun.deptan.go.id (Diakses: 3 April 2013).
Dahuri R., J. Rais, S.P. Ginting dan M.J. Sitepu, 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradya Paramita. Jakarta.

Fauzan, 2011. Pemetaan Daerah Potensial Penangkapan ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)berbasis SIG di perairan teluk Tomini Gorontalo. Pemafaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Kelautan dan Perikanan. UNHAS. Makassar.

Prahasta, E. 2004. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Penerbit Informatika. Bandung.

Zainudin, Mukti. 2006. Aplikasi Sistam Informasi Geografis Dalam Penelitian Perikanan dan Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Hasanuddin. Makassar.